Meninjau Hukum MLM

19.36
      Pemasaran berjenjang (bahasa Inggris: multi level marketing atau MLM) adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi.
Ada beberapa fatwa ulama yang penulis sarikan yang menjelaskan mengenai hukum MLM yang sebenarnya. Ada sebagian ulama yang memberikan penjelasan syarat-syarat dan gambaran bagaimana MLM bisa masuk kategori halal.

Pertama: Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM yang Terlarang

Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 22935 tertanggal 14/3/1425 H menerangkan mengenai MLM yang terlarang terhimpun berbagai permasalahan berikut:

1. Di dalamnya terdapat bentuk riba fadhl dan riba nasi-ah. Anggota diperintahkan membayar sejumlah uang yang jumlahnya sedikit lantas mengharapkan timbal balik lebih besar, ini berarti menukar sejumlah uang dengan uang yang berlebih. Ini jelas adalah bentuk riba yang diharamkan berdasarkan nash dan ijma’. Karena sebenarnya yang terjadi adalah tukar menukar uang. Dan bukan maksud sebenarnya adalah untuk menjadi anggota (seperti dalam syarikat) sehingga tidak berpengaruh dalam hukum.

2. Di dalamnya terdapat bentuk ghoror (spekulasi tinggi atau untung-untungan) yang diharamkan syari’at. Karena anggota tidak mengetahui apakah ia bisa menarik anggota yang lain ataukah tidak. Pemasaran berjenjang atau sistem piramida jika berlangsung, suatu saat akan mencapai titik akhir. Anggota baru tidaklah mengetahui apakah ketika menjadi bagian dari sistem, ia berada di level tertinggi sehingga bisa mendapat untung besar atau ia berada di level terendah sehingga bisa rugi besar. Kenyataan yang ada, anggota sistem MLM kebanyakan merugi kecuali sedikit saja yang berada di level atas sehingga beruntung besar. Jadi umumnya, sistem ini mendatangkan kerugian dan inilah hakekat ghoror. Ghoror adalah ada kemungkinan rugi besar atau untung besar. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari jual beli ghoror sebagaimana disebutkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.

3. Di dalam MLM terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Karena yang sebenarnya untung adalah perusahaan (syarikat) dan anggota telah ditentukan untuk mengelabui yang lain. Ini jelas diharamkan karena Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).

4. Di dalam muamalah ini terdapat penipuan dan pengelabuan terhadap manusia. Karena orang-orang mengira bahwa dengan menjadi anggota nantinya mereka akan mendapatkan untung yang besar. Padahal sebenarnya hal itu tidak tercapai. Ini adalah bentuk penipuan yang diharamkan dalam syari’at. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى

Barangsiapa menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim dalam shahihnya).
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun ‘alaih).

[Beda Makelar dan MLM]
    Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsaroh (makelar), maka itu tidak benar. Karena samsaroh adalah transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun MLM, anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Hakekat sebenarnya dari samsaroh adalah memasarkan produk. Berbeda dengan maksud MLM yang ingin mencari komisi. Karena itu, orang yang bergabung dalam MLM memasarkan kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya. Berbeda dengan samsaroh, di mana pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan di antara dua transaksi ini adalah jelas.

[Beda Hibah dan Komisi MLM]
        Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (hadiah), maka ini tidak benar. Andaikata pendapat itu diterima, maka tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syari’at. Sebagaimana hibah yang terkait dengan suatu pinjaman utang termasuk dalam riba. Karena itu, Abdullah bin Salam berkata kepada Abu Burdah radhiyallahu ‘anhuma,
إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ ، إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ ، أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ ، فَلاَ تَأْخُذْهُ ، فَإِنَّهُ رِبًا

Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba begitu merajalela. Jika engkau memiliki hak pada seseorang kemudian dia menghadiahkan kepadamu sepikul jerami, sepikul gandum atau sepikul tumbuhan, maka hadiah itu adalah riba.” (HR. Bukhari dalam kitab shahihnya).
Dan hukum hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Karena itu beliau ‘alaihish shalatu wa sallambersabda kepada pekerjanya yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya.” Beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda, “Bagaimana seandainya jika engkau tetap duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu engkau menunggu apakah engkau mendapatkan hadiah (uang tips) atau tidak?” (Muttafaqun ‘Alaih)
Komisi MLM sebenarnya hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran MLM. Apapun namanya, baik itu hadiah, hibah atau selainnya, maka hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.
[Fatwa selengkapnya silakan lihat di sini]

Kedua: Syaikh Dr. ‘Abdullah bin Nashir As Sulmi menerangkan mengenai syarat MLM yang halal

Syaikh ‘Abdullah As Sulmi memberikan tiga syarat MLM bisa dikatakan halal:
Pertama, orang yang ingin memasarkan produk tidak diharuskan untuk membeli produk tersebut.
Kedua, harga produk yang dipasarkan dengan sistem MLM tidak boleh lebih mahal dari pada harga wajar untuk produk sejenis. Hanya ada dua pilihan harga semisal dengan harga produk sejenis atau malah lebih murah.
Ketiga, orang yang ingin memasarkan produk tersebut tidak disyaratkan harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi anggota.

     Jika tiga syarat ini bisa dipenuhi maka sistem MLM yang diterapkan adalah sistem yang tidak melanggar syariat.
Namun bisa dipastikan bahwa tiga syarat ini tidak mungkin bisa direalisasikan oleh perusahaan yang menggunakan MLM sebagai sistem marketingnya. Jika demikian maka sistem marketing ini terlarang karena merupakan upaya untuk memakan harta orang lain dengan cara cara yang tidak bisa dibenarkan.
[Fatwa Syaikh ‘Abdullah As Sulmi di Youtube]

Ketiga: Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid tentang MLM dengan keanggotaan gratis dan tidak dipersyaratkan membeli produknya

      Syaikh Sholih Al Munajjid pernah menerangkan mengenai sistem pemasaran berjenjang dengan keanggotaan gratis dan tidak dipersyaratkan membeli produknya. Beliau menerangkan bahwa sistem semacam ini termasuk samsaroh (makelar: memasarkan produk orang lain) yang mubah karena berbeda dengan MLM berbentuk piramida atau berjenjang dilihat dari beberapa alasan:
  1. Orang yang ingin memasarkan produk tidak disyaratkan membeli barang tersebut atau menyerahkan sejumlah uang untuk menjadi anggota.
  2.         Barang yang dijual benar-benar dijual karena orang yang membeli itu tertarik, bukan karena ia ingin menjadi anggota MLM.
  3. Orang yang menawarkan produk mendapatkan upah atau bonus tanpa diberikan syarat yang menghalangi ia untuk mendapatkannya.
  4. Orang yang memasarkan produk mendapatkan upah atau bonus dengan kadar yang sudah ditentukan. Seperti misalnya, jika seseorang berhasil menjual produk, maka ia akan mendapatkan 40.000. Ini jika yang memasarkan produk satu orang. Jika yang memasarkan lebih dari satu, semisal Zaid menunjukkan pada Muhammad, lalu Muhammad menunjukkan pada Sa’ad, lalu Sa’ad akhirnya membeli; maka masing-masing mereka tadi mendapatkan bonus yang sama atau berbeda-beda sesuai kesepakatan.
Wallahu waliyyut taufiq.

@ KSU, Riyadh, KSA, 14 Rajab 1433 H



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.